]

Ibuku yang Baru


"Maasss,, banguuunnnn ... sholat yuukkk??" Bisikku ditelinganya, dia hanya menggerakkan kepalanya sedikit, aku memberanikan diri mengecup pipinya dan yang terjadi dia bergerak menggeser wajahnya sampai kecupan tersebut mendarat dibibirnya, kontan aku terhenyak dan menarik wajahku seketika namun tanggannya yang kekar telah meraih kepala dan pinggangku, aku terjatuh diatas tubuhnya dan kupukul lengannya tidak terlalu keras.
"Yeee ... Bau ... belum gosok gigi gitu kok." Gerutuku.
"Hahahahh ... Kenapa, jijay ya?"
Aku melengos dengan nada kesal, secepat kilat dia menarikku keranjang jika aku tidak ingat sudah mandi zunub pasti keindahan semalam akan terjadi lagi.
"Sholat dulu sayaannngg .." ucapku menghentikan gerakkannya menelusuri lekuk tubuhku.
"Jam berapa?"
"Jam 5 kurang dikit, ayooo ... sholat dulu ..." rengekku.
Akhirnya mas Usman beranjak dari ranjang menuju kamar mandi, aku membereskan ranjang tempat tidur dan menggelar sajadahku dan sajadahnya, saat berdiri dari belakang suamiku memelukku kontan aku kaget.
"Heeyyy ... Mandi dulu sana, ntar habis waktunya loh ..." teriakku.
"Hheheheh .... Sun dulu dunk. "Rengeknya manja. Aku mengecup pipinya asal-asalan, tetapi dia tahu dan segera komplain.
"Ga ikhlas ya, ga pakek perasaan?"
"Hmmm ..."
Aku mengecupnya sekali lagi kali ini tidak asal-asalan, namun penuh dengan perasaan, baru dia mau pergi mandi. Aku mendengar gemericik air yang sedang membasuh tubuh suamiku, dan sebentar kemudian dia telah siap dengan sarung dan kopyahnya, setelah itu aku kekamar mandi untuk berwudhu, lalu sholat subuh berjama'ah.
Aku melihat bi Umi telah sibuk berada didapur, aku tidak tahu apa yang sedang dia kerjakan.
"Pagi bi ...." sapaku.
"Eh ... Non Arwaa, pagi ini ..., bagaimana krasan tinggal disini?"
"Alhamdulillah bi, harus pelan-pelan beradaptasi, bibi sedang apa?" Tanyaku sambil setengah memeluknya dan meletakkan daguku dipundaknya.
"Non ini, bibi bau masakan kok dipeluk-peluk, ini buat sarapan kalian ..."
"Ya ga papa toh bau, Arwaa suka seperti ini, biar bi Umi jadi pengganti ibuku, aku suka memeluk ibu dari belakang saat sedang memasak, oya ... bi, jangan panggil non dunk, ga enak didengar kita kan keluarga panggil saja nduk ya, biar seperti anaknya ... "ucapku panjang lebar sambil tersenyum padanya. Bi Umi mengelus rambutku dan menitikkan air mata.
"Bibi kenapa menangis?" Tanyaku.
"Seandainya Nabila masih hidup pasti segede kamu nduk ..."
"Nabila anak bibi ya?" Tanyaku lagi, kali ini bibi mengangguk tanpa bersuara.
"Nah, kalau begitu Arwaa sekarang jadi anak bibi bagaimana, dan bibi aku panggil umi ..., satu lagi umi bisa panggil namaku."
"Apa pantas bibi jadi ibumu nduk?"
"Kenapa tidak, sekarang umi harus mengajariku cara memasak, mengurus suami, dan semua pekerjaan rumah, biar umi ada yang membantu."
"Umikan sudah digaji sama den Usman, ya harus bertanggung jawab pada pekerjaan to, tidak bolek susuka umi."
"Pokoknya diajarin masak ..." rengekku manja.
"Iya, iya ... Sini umi ajarin bikin nasi goreng pedas kesukaan suamimu."
"Mas Usman suka nasi goreng pedas ya?"
"Iya, nduk ...."
"Umi dulu menikah dijodohkan apa pilihan sendiri?"
"Jaman dulu mana ada milih-milih sendiri nduk, memangnya kenapa?"
"Percaya tidak kalau Arwaa ini dijodohkan?"
"Hahahaha masa sich?"
"Iihh ... Umi kok tidak percaya sih."
"Percaya, suamimu juga minta pendapat umi kok."
"Oya,, terus umi bilang apa?"
"Ya umi bilang kalau wanitanya baik, sholeha kenapa tidak."
"Terus?"
"Terus dia nyari info ..."
"Ehemmm ..." suara suamiku mengagetkanku dan bi umi, yang sekarang ku panggil umi.
"Hayuooo pagi-pagi menggosip, dan membicarakan orang lain." Ucap suamiku sambil mencolekku. Kontan mukaku seperti kepiting rebus dan umipun segera menimpali.
"Alah den ngrasani baik saja kok, bukan yang buruk ya toh nduk?"
"Hu uh, bener umi, ini mas Usman terlalu ge er." Tambahku tidak mau kalah.
"Kamu ini tidak sopan, bi umi di panggil uminya saja." Cerocos suamiku.
"Yee ... Umi kan ibu artinya, dan sekarang bi umi jadi ibu angkatku weekkzzz ..."
"Hahahhahha ... Kamu ga sakit kan?" Tanya suamiku penuh selidik sambil memegangi dahiku, aku segera memukul tangannya.
"Aku tidak sakit ye ​​..."
"Sudah-sudah ini seperti anak kecil saja ingat kalian sudah menikah ya, tidak malu sama umi." Seloroh umi sambil mengangkat nasi goreng ke piring, dan meletakkannya diatas meja makan.
"Umii ... Kita sarapan sama-sama ya, mulai sekarang dan seterusnya umi harus menemani kami makan." Ucapku
"Bi umi setiap hari yang menemaniku makan sayaanngg ..." ucap suamiku.
"Oya, benarkah?"
"Iya."
"Terus kenapa kamu masih memanggil bibi?"
"Ya sudah aku akan memanggil ibu saja ya?"
"Tidak bisa, harus panggil ummi ..."
"Iya, iya ..."
Lalu kami bertiga menikmati sarapan bersama-sama, umi tersenyum melihat kebahagiaan kami.
Bersambung ...

0 Response to "Ibuku yang Baru"